Remake Film Shutter Versi Indonesia Hadir Lebih Menyentuh dan Sarat Makna Sosial
- Senin, 27 Oktober 2025
JAKARTA - Falcon Pictures kembali menunjukkan keseriusannya dalam dunia perfilman Indonesia. Kali ini, rumah produksi tersebut menghadirkan remake dari film legendaris Thailand, Shutter, yang pertama kali dirilis pada 2004 silam. Versi terbaru ini dikemas dengan latar dan karakter baru tanpa mengubah kisah utamanya yang berpusat pada Darwin, seorang fotografer yang hidupnya berubah setelah diteror oleh makhluk gaib.
Namun, berbeda dari versi aslinya, Shutter versi Indonesia hadir dengan sentuhan emosional yang lebih dalam. Film ini tidak hanya menampilkan teror, tapi juga menyelipkan pesan kemanusiaan yang menyentuh hati.
1. Cerita Horor yang Tidak Cocok untuk Semua Kalangan
Baca JugaRahasia Kecantikan Natural: Panduan No Makeup Look agar Tampil Anggun dan Segar Setiap Hari
Film Shutter versi Indonesia memang tidak disarankan untuk semua penonton. Ceritanya menyajikan suasana mencekam yang dipadukan dengan bahasa dan adegan yang tergolong cukup dewasa. Oleh karena itu, film ini jelas bukan tontonan untuk anak-anak atau remaja di bawah usia 17 tahun.
Beberapa adegan juga memuat trigger warning, salah satunya tentang kekerasan seksual. Walaupun tidak diperlihatkan secara eksplisit, adegan tersebut tetap menimbulkan rasa tidak nyaman bagi sebagian penonton. Karena itu, sebelum menonton, pastikan kamu sudah menyiapkan mental dan memahami konteks filmnya.
Selain itu, film ini menggunakan efek cahaya dari kamera secara intens, terutama dari kilatan flash. Teknik tersebut memang memperkuat nuansa horor, tapi bagi penonton yang sensitif terhadap cahaya atau memiliki photophobia, sebaiknya berhati-hati. Mengenakan kacamata hitam selama menonton bisa jadi solusi agar tetap nyaman.
2. Akting Para Pemain yang Natural dan Penuh Emosi
Salah satu kekuatan terbesar film ini ada pada jajaran pemerannya. Vino G. Bastian tampil memukau sebagai Darwin, karakter utama yang dihantui rasa bersalah sekaligus teror tak kasat mata. Ia berhasil menunjukkan ekspresi gelisah dan paranoid yang begitu realistis sehingga membuat penonton ikut terbawa suasana tegang.
Penampilan Anya Geraldine dan Niken Anjani pun tidak kalah kuat. Keduanya memainkan peran penting dalam menghidupkan dinamika cerita. Akting mereka terasa alami dan tidak dibuat-buat, seolah benar-benar menjadi bagian dari kehidupan Darwin.
Dialog dalam film ini juga terasa ringan dan alami, meskipun film ini merupakan adaptasi. Tidak ada kesan bahwa percakapan para karakter hanya sekadar hasil terjemahan dari versi aslinya. Justru, interaksi mereka terdengar hidup dan mengalir, membuat penonton merasa dekat dengan cerita dan karakternya.
Setiap adegan dibangun dengan tempo yang pas, sehingga emosi yang ditampilkan tidak terasa berlebihan. Penonton diajak untuk memahami perasaan tokoh-tokohnya, bukan hanya sekadar menunggu jumpscare yang mengejutkan.
3. Jumpscare Efektif dan Alur Cerita yang Lebih Menyentuh
Film horor sering kali mengandalkan jumpscare untuk menciptakan ketegangan. Namun, Shutter versi Indonesia menghadirkan sensasi yang berbeda. Ketegangan dibangun secara perlahan melalui detail visual dan suara jepretan kamera yang menjadi ciri khas film ini.
Beberapa momen kemunculan makhluk halus berhasil membuat penonton kaget, tapi tidak terasa berlebihan. Justru, alur yang perlahan dan atmosfer yang menekan membuat penonton lebih mudah larut dalam rasa takut.
Yang menarik, sosok hantu dalam film ini tidak hanya ditampilkan sebagai makhluk menyeramkan. Ada sisi kemanusiaan yang membuat penonton bisa merasa simpati terhadapnya. Di sinilah letak perbedaan utama dengan versi Thailand maupun versi Hollywood-nya.
Pada bagian akhir film, penonton akan menemukan makna yang lebih dalam tentang rasa bersalah, keadilan, dan trauma. Kampanye sosial bertajuk #SafePlaceForAll yang diangkat dalam film ini memberikan pesan bahwa tidak semua teror harus ditakuti—ada kisah luka dan perjuangan yang perlu dipahami di baliknya.
4. Adaptasi yang Dekat dengan Budaya dan Emosi Penonton Indonesia
Walaupun diadaptasi dari film luar negeri, Shutter versi Indonesia berhasil tampil relevan dengan konteks sosial masyarakat lokal. Nuansa kota, gaya bicara, hingga konflik emosional antar karakter terasa lebih dekat dengan kehidupan nyata penonton di Indonesia.
Sutradara Herwin mampu menerjemahkan cerita klasik ini menjadi sesuatu yang segar tanpa kehilangan atmosfer aslinya. Penonton yang sudah menonton versi Thailand atau Hollywood pun tetap bisa menikmati versi ini karena memiliki kedalaman emosional yang berbeda.
Teknik pengambilan gambar dan pencahayaan juga menunjukkan kualitas produksi yang matang. Setiap detail—dari suara shutter kamera hingga nuansa ruang gelap tempat pengembangan foto—dibuat dengan cermat untuk memunculkan sensasi misteri yang intens.
5. Pesan Moral dan Emosi yang Tersisa Setelah Film Berakhir
Tidak seperti film horor kebanyakan, Shutter versi Indonesia tidak hanya meninggalkan ketakutan setelah lampu bioskop menyala. Film ini menanamkan pesan moral tentang pentingnya empati dan perlindungan terhadap korban kekerasan.
Teror yang muncul sepanjang film bukan sekadar untuk menakuti, tetapi menjadi simbol dari rasa bersalah dan trauma yang belum selesai. Itulah yang membuat film ini lebih menyentuh dan berkesan di hati penonton.
Kehadiran kampanye #SafePlaceForAll menjadi penutup yang kuat dan bermakna. Pesan tersebut mengingatkan penonton bahwa rasa aman dan keadilan adalah hak setiap orang.
Film Shutter dijadwalkan tayang di bioskop pada 30 Oktober 2025. Versi Indonesia ini membuktikan bahwa remake bukan sekadar mengulang cerita lama, tetapi bisa menjadi cara baru untuk menyampaikan pesan yang lebih relevan dan emosional bagi penontonnya.
Cekrek! Saat kilatan kamera berbunyi, siap-siap saja, mungkin yang terlihat bukan hanya bayanganmu, tapi juga rahasia yang tak seharusnya muncul di balik lensa.
Nathasya Zallianty
wartaenergi.com adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
BSU Rp600.000 Oktober 2025 Cair, Pemerintah Perkuat Daya Beli Pekerja Aktif
- Senin, 27 Oktober 2025
Iuran BPJS Kesehatan Akan Disesuaikan Secara Bertahap Mulai Tahun 2026
- Senin, 27 Oktober 2025
BLT Kesra Rp900.000 Oktober 2025 Belum Cair? Ini Penyebab dan Solusinya
- Senin, 27 Oktober 2025
Berita Lainnya
5 Sepatu Lokal Nyaman dan Stylish untuk Temani Langkah Aktif Setiap Hari
- Senin, 27 Oktober 2025
10 Skincare Harga Pelajar di Bawah Rp 50 Ribu yang Efektif dan Aman untuk Kulit Remaja
- Senin, 27 Oktober 2025
Ramalan Lengkap 12 Shio Senin 27 Oktober 2025: Cinta, Karier, dan Nomor Keberuntungan
- Senin, 27 Oktober 2025
Ramalan Cinta 12 Zodiak Senin 27 Oktober 2025: Hubungan Harmonis dan Ujian Emosi
- Senin, 27 Oktober 2025












